Sabtu, 24 Maret 2012

Hanya Tinggal Kenangan

 


        

 "Happy Birthday to you, happy Birthday to you. Happy Birthday to kak Yolly happy Birthday to you. Happy Birthday ya kakak ku, makin cantik, makin bawel, tambah dewasa, tambah umur, tetap sayang sama ade dan yang pasti lebih menghargai apa yang di berikan Tuhan. Ade sayang sama kakak selamanya"
          Kata-kata itu masih terngiang jelas di telinga ku 6 April lalu. Singkat, penuh makna dan sangat berarti untukku.
          Tepat jam 12 malam pada tanggal itu, dan tepat di hari ulang tahun ku, aku mendapat telfon dari adik kesayangan ku. Dia bukan adik kandung ku, tapi lewat kedekatan ini, dia sudah mampu ku jadikan seperti adik ku sendiri.
          "Makasih ya sayang udah jadi orang pertama yang ucapin doa itu untuk aku" jawab ku setelah dia mengucapkan Kata-kata itu
          "iya sama-sama. Ade kan sayang sama kakak. Meski sering buat emosi tapi yang penting kan sayang" gurau Mosha adik kesayangan ku
          "iya-iya kakak tau. Kakak juga sayang kok sama ade. Kok belum tidur? Nanti di marahin mama lho"
          "belum ngantuk. Mama mah udah tidur di kamar ga bakal tahu deh kalau ade telfonan"
          "Oh... Iya-iya. Bisik-bisik aja deh kita ya"
          "hehe. Apa nih harapannya di usia yang makin tua?"
          "asyem... Belum tua ya tapi hampir"
          "sama aja kali"
          "apa ya harapannya? Yang pasti ya kea doa ade tadi, trus juga rasa sayang ini ga berpaling dari ade bawel ku"
          "amin deh semoga terwujud. Kak..."
          "iya apaan?"
          "ade sayang lho sama kakak"
          "kakak juga sayang sama ade"
          "makasih ya"
          "suara mu kok kecil? Kayak orang sakit"
          "udah tengah malam nih, ga mungkin teriak-teriak kan?"
          "iya sih"
          "ade tidur ya, udah ngantuk nih. Ade sayang kakak. Bye kakak ku. Muah. Sayang kakak selamanya"
          Saat kata terakhir itu, aku belum sempat menjawab bahwa aku juga menyayanginya. Tapi ya sudahlah, aku bahagia bisa menjadi kakak untuknya.
                                                                 ***
          Matahari sudah hadir menyapa ku lewat hangatnya pagi ini. Aku sudah membuka mata untuk membaca message yang masuk di inbox handphone ju yang sudah menumpuk untuk mengucapkan happy Birthday padaku.
          Saat aku membuka pesan satu persatu, ada pesan dari adik tersayang ku. Pesannya singkat hanya berisi "ade sayang sama kakak". Lalu aku langsung membalas pesan singkat itu dengan menjawab "sayang ade juga".
          Hingga siang hari, aku masih di banjiri ucapan selamat ulang tahun, tapi ada yang berbeda, balasan pesan terakhir ku belum di jawab oleh adikku. Aku berusaha menghubunginya, tapi sayang, handphone itu tidak aktif.
          "akh, dia berulah seperti dulu lagi. Kakak ga suka seperti ini adek. Kamu selalu buat kakak khawatir dengan tingkah aneh mu" ucap ku dengan nada emosi.
                                                                 ***
          Sekitar siang hari, saat matahari hampir kembali ke habitatnya, handphone ku berdering, tapi sayang saat aku ingin mengangkatnya, komunikasi itu terputus dan ternyata telfon itu berasal dari adik kesayanganku.
          "ada apa sayang? Kemana seharian? Kok sms kakak ga di balas?" tulis ku via pesan singkat
          Menanti, menanti hanya menanti. Balasan pesan ku kembali tidak ada darinya. Aku menghubungi nomornya tapi tidak di angkat.
          "kenapa di hari bahagia ku, kau membuat ku khawatir? Perasaan ini ragu tentangnya. Apa yang sebenarnya terjadi padamu dek?" gumam ku pelan.
                                                                 ***
          Waktu berganti, selingan hidup silih berganti sesuai rancangan yang kian memenuhi kisah hidup ini.
          Saat aku bangun, hal pertama yang ku lakukan adalah membuka telefon genggam ku, tapi sayang, tidak ada satu message pun darinya.
          Tapi tunggu, saat aku beranjak dari kasur, handphone ku berdering, sebuah pesan masuk dan aku langsung semangat untuk membukanya. Dan ternyata benar, sms itu dari adik tersayang ku, tapi hal yang membuat ku benci dari pesan itu adalah, dia hanya mengirimkan sebuah lirik lagu yang dulu pernah menjadi lirik favorit kami berdua, yaitu "Seluruh Nafas Ini".
          Aku sudah tidak bisa tahan lagi, emosi ku sudah memuncak, aku membalas smsnya dengan kasar.
          "apa sih maksudnya dek? Ga usah hubungi kakak lagi kalau cuma mau ngirim lirik ga jelas" itulah isi pesan ku padanya.
          "ya Tuhan, kok gini banget sih nih anak, suka banget buat orang khawatir. Emangnya ga cape apa aku mikirin dia terus. Ah Udahlah, mending aku ga usah urusin keadaan dia yang seperti ini lagi" ucapku sendiri dengan emosi.
          Handphone ku tertinggal di kamar, sedangkan aku asyik mengobrol dengan teman sekost ku. Saat aku kembali, ada 10 missed call dari adikku, dan 4 pesan baru dari orang yang amat dekat dengan adikku. Pesan pertama yang ku buka adalah pesan dari Melia, adik yang amat dekat dengan Mosha, dilanjutkan pesan dari Alifa kakak yang juga dekat dengan Mosha, dan yang ketiga pesan dari Alvin, kekasih Mosha.
          Isi pesan yang ku dapat dari ketiga orang tadi berisi pesan yang sama, yaitu
          "Kak Yolly, aku cuma ingin memberitahu, bahwa Mosha sudah meninggal dunia kemarin subuh. Kakak yang sabar ya. Ikhlaskan dia"
          Air mataku langsung jatuh, dan pesan terakhir yang ku baca adalah pesan dari adik kesayangan ku, Mosha.
          "Kami dari keluarga Mosha hanya ingin memberitahu, bahwa Mosha sudah meninggal dunia kemarin subuh dan akan di makamkan besok siang"
          Badanku lemas, tulang ku kaku, dan bibir ini tidak mampu terucap kata satupun. Aku hanya menangis dan mengeluarkan air mata ini.
          "Tuhan... Adikku..." lirihku
          Aku terdiam sejenak, tapi air mata ini masih mengalir. Ku ambil handphone ku Karena sebuah pesan suara berhasil masuk ke inboxku. Judul pesan suara tersebut adalah "Kata Terakhir Sebelum Mosha Pergi"
          "Kak, ade sayang sama kakak. Ade ga pernah jadi ade yang baik untuk kakak. Maafin ade ya kak, ade udah bohong ke kakak, kalau sebenarnya sewaktu kita telfonan tadi, ade ada di rumah sakit, ade ingin bilang kalau ade sayang sama kakak di saat terakhir ade. Makasih untuk semuanya kak, kamu kakak terbaik untuk aku. Kalau kakak mau, hadir di pemakaman ku ya kak, dan ambil catatan kecil ade di kamar di kotak dekat foto kakak. Ade sayang sama kakak"
          "adekku..." teriakku histeris
"kenapa Kau pisahkan kami ya Tuhan? Aku sangat menyayanginya, aku ga bisa kehilangan dirinya"
***
          Tidak membuang waktu, dengan wajah sembab dan raut muka yang aut-autan, aku membereskan barang-barangku. Aku bergegas untuk menuju kota dimana adik ku tinggal. Dengan bantuan temanku, aku mendapat tiket pesawat yang langsung berangkat sore ini menuju Jakarta, kota asal adikku.
          Sekitar pukul tujuh malam, aku sampai di Jakarta. Lelah tapi aku harus berusaha. Masih ku ingat alamat rumah yang pernah dia kasih padaku. Dengan menggunakan taksi aku sampai di kediaman adikku.
          "Tuhan, apa benar semua ini? Adikku ga mungkin pergi. Dia baik-baik aja Tuhan, dia masih akan menulis untuk ku, dia masih akan mengucapkan sayang itu padaku" ucapku dalam hati saat sampai di depan rumahnya.
          Tiba-tiba saja aku di kagetkan oleh sebuah tangan yang memukul pelan pundakku dari belakang.
          "kamu Yolly kan? Ayo masuk" sapa seorang gadis dengan keramahannya.
          "tunggu, apa benar Mosha..."
          "masuklah dan kamu akan melihat semuanya"
          Bimbang dan amat sangat ragu kalau sampai aku menerima kenyataan yang sangat pahit.
          Saat aku masuk, suasana menjadi dingin, seperti ada yang menggenggam pergelangan tangan kiri ku tapi saat aku menoleh, tidak ada seorang pun di samping ku.
          Aku berdiri tepat di hadapan peti berwarna coklat, ada seseorang di dalam peti itu, tapi wajahnya tidak jelas karena tertutup kain kafan. Gadis yang menyapa ku diluar tadi membuka kain kafan tersebut dan sungguh, aku langsung terjatuh. Badanku kembali lemah saat aku harus menerima kenyataan bahwa adik kesayangan ku benar telah tiada.
          "Mosha ga mungkin pergi. Dia masih hidup. Ini bukan Mosha, ini bukan Mosha" tangisku histeris di samping jenazah Mosha.
          "ade bangun... Kakak sayang sama ade, ade janji mau ketemu sama kakak, ade janji mau foto bareng kakak dengan laki-laki itu. Ayo ade bangun, kakak udah disini, kita mau jalan kan sayang? Kakak akan jalan seharian sama ade, ayo bangun..." tangisku.
          Gadis yang tadi menyapa ku memberikan ku segelas air karena tubuh ku benar-benar lemah dan sangat sesak ku rasa. Dia juga menarik tangan ku ke sebuah kamar yang hampir menuju dapur
          "kamu istirahat disini ya, itu buku diary Mosha, dibaca kalau emang mau kamu baca. Aku temui tamu dulu, nanti aku cerita semuanya"
          Aku hanya mengangguk pelan. Aku benar-benar shok atas peristiwa ini. Baru dua hari yang lalu aku tertawa bersamanya, tapi ternyata disitu akhir dari tawa antara aku dan dia.
          "Tuhan, aku masih belum mampu membiarkan dia pergi. aku ingin bersamanya ya Tuhan. Izinkan kami pergi ke rumah mu bersama-sama" pinta ku dalam hati.
          Ku langkahkan perlahan kaki ini menuju lemari kecil yang ada di hadapan ku. Lemari yang di atasnya ada buku yang di ceritakan Mosha padaku. Ku ambil lalu ku buka buku itu.
          Di halaman awal, aku menemukan foto ku, dia dan Melia . Dan ternyata itu adalah foto yang kemarin dia edit dan berikan padaku. Di bawah foto itu hanya tertulis, "kalian berarti untuk ku"
          Di halaman berikutnya aku membaca tentang profil adik kesayangan ku. Lalu, di halaman selanjutnya dia menulis sebuah curhatan tentang kehidupan pribadinya yang sangat amat tertekan oleh sikap orangtuanya. Di tambah lagi saat dia berulang tahun, tapi tiada moment spesial yang dia rasakan.
          Lembar demi lembar sudah terbaca oleh mata dan seluruh anggota tubuh ku. Di sebuah halaman dia menuliskan "Angkat Nyawaku ya Tuhan. Aku lelah dengan semua ini"
          Dalam buku catatan itu juga terdapat tanggal dimana aku dan dia bertengkar namun kembali membaik lagi.
          Dia merangkum semua kisah hidupnya dalam buku itu. Hidup yang harus dia lalui sendiri tanpa ada orang yang dia butuh untuk menyayangi dia.
                                                                 ***
          Sekitar sejam aku membaca buku itu, gadis yang sedari tadi sangat ramah padaku menemui ku di kamar. Dia menatap ku tajam dan ingin menceritakan sesuatu.
          Dia menggenggam kedua pergelangan tangan ku dan memberi sedikit senyuman sambil terus menyorotkan sebuah tatapan tajam.
          "kamu udah tenang? Kalau belum, kamu istirahat aja, nanti aku cerita"
          "cerita sama aku sekarang. Kenapa adik aku bisa pergi?"
          "waktu kamu ulang tahun kemarin, sebenarnya dia lagi di rumah sakit. Keadaannya kambuh dan sangat amat susah untuk di tolong lagi. Jam 12 malam, dia menghubungi mu, dia menghubungi mu di saat semua tubuhnya sudah lemah. Bahkan tangannya sudah tidak mampu menggenggam handphone itu lagi. Saat percakapan hampir usai, dia sudah meremas kepalanya, dia kembali merasakan sakit dan mungkin itu sakit terparah yang dia rasakan. Dokter sudah berusaha keras memberi dia obat penenang tapi sayang, sekitar pukul 3 pagi, dia bicara pada semua orang, berkata hampir sama seperti yang dia katakan padamu via telfon. Dan setelah mengatakan semua, dia menghembuskan nafas terakhirnya. Dia pergi meninggalkan kita semua" ungkap gadis itu sambil meneteskan air matanya.
          "ya Tuhan adikku... Dia ga mungkin pergi, dia masih disini. Dia udah janji untuk bersabar menjalani hidupnya, dia udah janji untuk meraih kebahagiaan itu. Dia masih ada, dia ga mungkin pergi" tangisku kembali.
                                                                 ***
          Si kuning, kembali memberi hangat pagi yang sangat indah untuk kita lewati. Hari ini hari pemakaman adikku. Sejak subuh tadi, aku sudah berdoa menurut agamaku, aku mendoakan agar adikku mendapat jalan yang tenang di surga sana. Usai berdoa, aku duduk di samping adikku yang sudah tidak bernyawa lagi.
          Aku hanya menangis dan sesekali membelai pipi adikku yang sudah terbujur kaku. Meski sudah di hadapan mataku, aku masih belum mempercayai apa yang sedang terjadi pada hidupku dan hidup adikku.
          Waktu berjalan, sekitar pukul 11 siang, jenazah adikku mulai di angkat dan di masukkan ke dalam mobil ambulance yang akan membawanya ke tempat peristirahatan yang terakhir baginya.
          Aku mengikuti proses pemakaman dengan penuh hikmah. Banyak sahabat yang hadir di acara itu. Sahabat yang selama ini tidak mengetahui keadaan Mosha yang sebenarnya. Sahabat yang berusaha ingin tahu namun Mosha menyembunyikan semuanya.
          Air mata masih hadir mengiringi kisah ini. Aku masih belum merelakan dia pergi. Tawa yang dulu masih terdengar di telinga ini, celotehan khas dari dirinya, Kata-kata patah semangat yang sering ingin dia ungkapkan, kini tidak mampu lagi terbuka seperti dahulu.
          Dia sudah meninggalkan ku dengan semua air mata yang masih belum mampu ku hentikan. Janji untuk bertemu di tempat itu, janji untuk memeluk dirinya kini hanya tinggal bayangan. Dia sudah membeku dalam butiran tanah yang tidak mungkin lagi membuka kisah seperti dahulu.
          Dia memang telah tiada, tapi semangat yang dulu dia torehkan sudah tiada lagi hadir menyapaku dan teman-temannya semua.
          Dia akan tetap menjadi adik ku, adik yang amat ku sayang, adik yang tertutup dan selalu berusaha kuat di hadapan semua orang, meski ku tahu dia butuh kepedulian orang di sekelilingnya.
          Aku menyayangimu dek, akan tetap menyayangimu meski kini kita tidak mampu bersama lagi. Dirimu ga akan pernah lekang di hatiku, sampai ketemu di surga dek, kamu sudah bisa bertemu kekasihmu sekarang, bertemu papa yang amat kau sayang. Selamat Jalan Mosha, adik bawelku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guestbook